BERITA TREN – Pimpinan Pondok Pesantren Ora Aji, Sleman, Yogyakarta, Miftah Maulana Habiburrahman, yang lebih dikenal sebagai Gus Miftah, baru-baru ini mengungkap pengalaman unik yang pernah dialaminya.
Ia mengaku sempat dikeluarkan dari grup WhatsApp para anak kiai, yang biasanya disebut sebagai “Gus”.
Hal ini terjadi pada masa awal berdirinya Pondok Pesantren Ora Aji, sekitar tahun 2011-2012.
Dalam sebuah ceramah yang diunggah di kanal YouTube Tuju Detik, Jumat, 13 Desember 2024, Gus Miftah membagikan kisah tersebut di hadapan jemaah yang memadati pengajian.
Baca Juga: Tajib, Adik Gus Miftah Klarifikasi Soal Keturunan Ulama Besar Kiai Ageng Besari
Ia bercerita bahwa pada saat itu, keberadaannya sebagai pemimpin pesantren baru tidak sepenuhnya diterima oleh komunitas tertentu.
“Saya dulu bikin pondok di Jogja, semua orang meremehkan saya. ‘Miftah itu siapa,’” ujar Gus Miftah mengingat kembali masa-masa awal perjuangannya mendirikan pesantren.
Pengalaman Dikeluarkan dari Grup WhatsApp Para Gus
Gus Miftah mengisahkan bahwa dirinya sempat dimasukkan ke dalam grup WhatsApp yang beranggotakan para Gus, yakni anak-anak dari para kiai atau pemilik pesantren besar. Namun, tidak lama setelah bergabung, ia dikeluarkan karena dianggap tidak layak berada di kelompok tersebut.
“Saya dimasukkan ke grup WhatsApp, grup para Gus, kemudian dikeluarkan. ‘Miftah nggak pantas gabung WhatsApp grup para Gus,’” kenangnya.
Baca Juga: Clara Shinta Tanggapi Tuduhan Sebagai Penyebar Video Gus Miftah, Sindiran Berkelas Jadi Sorotan
Menurut Gus Miftah, alasan pengeluaran dirinya dari grup itu karena orangtuanya bukan seorang kiai besar. Ia menyadari bahwa panggilan Gus memang sering kali diberikan kepada anak-anak kiai atau tokoh agama, sehingga posisinya saat itu dianggap tidak sesuai dengan tradisi tersebut.
Dilansir BeritaTren.com dari sumber ceramahnya, Gus Miftah tak tinggal diam atas perlakuan itu. Ia memberikan teguran keras kepada para anggota grup WhatsApp tersebut, terutama terkait kebiasaan sebagian dari mereka yang terlalu membanggakan status sebagai anak kiai tanpa menunjukkan prestasi atau kontribusi pribadi.
Teguran kepada Para Gus
Gus Miftah menyampaikan pesan mendalam kepada mereka yang ia anggap terlalu mengandalkan nama besar orang tua. “Miftah anaknya siapa, kok ngeti-ngerti Gus.
Saya bilang, ‘Generasi yang paling jelek adalah yang mengatakan bapak saya orang hebat, sementara di saat ia berkata seperti itu, dia bukan siapa-siapa. Malu,’” ucapnya.
Baca Juga: Sumber Kekayaan Gus Miftah: Dari Pesantren Hingga Tolak Honor Rp75 Juta!
Ia juga menegaskan bahwa menjadi Gus seharusnya tidak hanya tentang nama orang tua, melainkan bagaimana individu tersebut mampu membawa manfaat dan kebanggaan melalui prestasi dan perilaku pribadi.
“Makanya saya bilang sama para Gus, kamu itu harusnya malu. Yang hebat bapakmu, bukan awakmu,” tandasnya.
Semangat Mandiri Gus Miftah
Kisah Gus Miftah ini menyoroti perjuangannya untuk diterima di komunitas yang erat dengan tradisi turun-temurun.
Ia berhasil membuktikan diri dengan membangun Pondok Pesantren Ora Aji yang kini menjadi salah satu pesantren yang dikenal luas, tidak hanya di Yogyakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Adik Gus Miftah Bongkar Asal Usul Keluarga! Bantah Klaim Silsilah Kiai Ageng Besari
Pengalaman ini menjadi pengingat penting bahwa gelar atau status keluarga bukanlah segalanya. Kualitas seseorang lebih diukur dari kontribusi nyata yang diberikan kepada masyarakat.