BERITA TREN – Semua Masyarakat Indonesia tentu sudah tahu siapa pahlawan nasional yang menjahit bendera merah putih pertama, beliau adalah Ibu Fatmawati.
Selain dikenal sebagai tokoh yang menjahit bendera pusaka merah putih, Ibu Fatmawati pada saat itu merupakan seorang ibu negara RI, istri dari Presiden Sukarno.
Perannya sebagai orang yang menjahit bendera sang saka merah putih adalah bukti nyata atas bakti dan kecintaannya terhadap bangsa Indonesia ini.
Baca Juga: Berapa Ukuran Bendera Semaphore? Berikut Penjelasannya
Bakti dan kecintaan Fatmawati terhadap bumi pertiwi sudah tertanam dari usianya yang masih remaja, sehingga patut dijadikan teladan bagi generasi muda saat ini.
Wanita yang mendapatkan julukan “Merpati dari Bengkulu” dalam buku “Bung Karno Masa Muda”, aktif dalam organisasi wanita Nasyiatul Aisyiah.
Perkumpulan Aisyiah merupakan bagian dari organisasi Muhammadiyah yang dalam perkembangannya dianggap menjadi ancaman bagi pemerintahan Kolonial saat itu.
Hasan Din dan Siti Jubaidah adalah orang tua Fatmawati keduanya menjabat sebagai Konsul Muhammadiyah dan Aisyiah.
Ayah Fatmawati adalah keturunan bangsawan dari Kesultanan Indrapura Mukomuko, Pesisir selatan, Sumatera Barat.
Berada di tengah-tengah keluarga Muhammadiyah wanita yang lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923 tersebut ikut terjun sebagai aktivis Aisyiah pada usia yang masih remaja.
Bersama kedua orang tuanya Fatmawati muda mengikuti kongres Muhammadiyah yang rutin diselenggarakan setiap tahunnya.
Menyanyi dan membaca Al-Qur’an adalah dua kegiatan yang selalu ada pada Kongres Muhammadiyah dan pada tahun 1936 Fatmawati ditunjuk untuk membacakan ayat suci Al-Qur’an untuk acara pembukaan kongres di Palembang.
Penanaman nilai-nilai islam dan anti kolonialisme yang didapatkan Fatmawati dari lingkungan keluarganya menghantarkan dirinya sebagai salah satu wanita penggerak Nasyiatul Aisyiah di Bengkulu.
Kehadiran Alexander Jacob Patty ke tanah Bengkulu pada tahun 1925, menjadi titik awal Muhammadiyah menjadi organisasi pergerakan, dan ini menjadi ancaman bagi pemerintahan Belanda.
Jacob Patty adalah pendiri Serikat Ambon yang saat itu merupakan seorang aktivis nasional dalam masa pembuangan di Bengkulu.
Ayah Fatmawati menjabat sebagai sekretaris Muhammadiyah juga bekerja di Perusahaan besar Belanda, Borsumij yang dapat memberikan kehidupan yang layak bagi keluarganya.
Namun karena keaktifannya di dalam pergerakan Muhammadiyah, Hasan Din keluar dari perusahaan tersebut dan memilih jalan untuk memperjuangkan kemerdekaan.
Jiwa berkhidmat kepada bangsa inilah yang dibekalkan Hasan Din kepada Fatmawati sedari kecil dan itu tertanam hingga dirinya menjadi istri dari Sang Proklamator Kemerdekaan RI.
Dan semangat perjuangan untuk kemerdekaan yang terpatri dalam jiwa Fatmawati ini dapat terabadikan dalam catatan sejarah sebagai tokoh yang menjahit bendera pusaka merah putih.***