BERITA TREN – Pada 18 Juli 2024, publik dihebohkan dengan penerbitan Surat Edaran (SE) Nomor 2748/ Rek/10/SP/VII/2024.
Isinya perihal Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) meminta gelar akademiknya tidak dituliskan di surat resmi. Surat Edaran tersebut sendiri ditujukan kepada pejabat struktural di lingkungan UII.
Dikutip BeritaTren.com dari akun Instagram Nuonline_id pada Senin, 22 Juli 2024, Surat Edaran tersebut berisi:
“Dalam rangka menguatkan atmosfer kolegial dalam tata kelola perguruan tinggi, bersama ini disampaikan bahwa seluruh korespondensi surat, dokumen, dan produk hukum selain ijazah, transkrip nilai, dan yang tertera itu dengan penanda tangan Rektor yang selama ini tertulis gelar lengkap Prof. Fathul Wahid, S.T., M. Sc., Ph.D. agar ditulis tanpa gelar menjadi Fathul Wahid.”
Setelah dikonfirmasi, rektor UII tersebut menyatakan bahwa Surat Edaran yang telah beredar luas tersebut benar adanya.
Fathul Wahid mengungkap setidaknya ada tiga alasan kuat mengapa beliau menerbitkan Surat Edaran itu.
Baca Juga: Sebutkan Contoh Sikap yang Menunjukkan Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, CEK JAWABAN!
Pertama, menjaga semangat kolegialitas “Jangan sampai jabatan profesor justru menambah jarak sosial. Kampus seharusnya menjadi salah satu tempat paling demokratis di muka bumi,” tuturnya.
Kedua, jabatan profesor memang sebuah capaian akademik, tetapi yang melekat di sana lebih banyak tanggung jawab publik. “Saat ini, di Indonesia semakin banyak profesor, tetapi tidak mudah mencari intelektual publik yang konsisten melantangkan kebenaran ketika ada penyelewengan” lanjutnya.
Ketiga, mendesakralisasi jabatan profesor. Jangan sampai jabatan ini dianggap sebagai status sosial dan bahkan dikejar-kejar, termasuk oleh sebagian pejabat dan politisi, dengan mengabaikan etika.
Baca Juga: Sebutkan Contoh Sikap yang Menunjukkan Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa, CEK JAWABAN!
Dengan penerbitan SE tersebut, Fathul Wahid berharap akan ada lebih banyak profesor yang ikut serta sebagai gerakan moral simbolik.***