BERITA TREN – Pemerintah, melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), memberikan penjelasan mengenai metode yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) dalam mengukur tingkat kemiskinan di Indonesia.
Langkah ini diambil untuk memberikan pemahaman publik mengenai data resmi yang digunakan sebagai acuan kebijakan nasional.
Dasar Penghitungan Kemiskinan
Menurut Pelaksana Tugas Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki, penghitungan angka kemiskinan oleh BPS didasarkan pada konsep pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs approach). Pendekatan ini mengukur ketidakmampuan ekonomi seseorang dalam memenuhi kebutuhan pokok, baik makanan maupun non-makanan, yang dinilai dari tingkat pengeluaran.
“Seseorang atau penduduk dikategorikan miskin apabila pengeluaran per kapita per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan,” ujar Maliki dalam keterangan resmi.
Baca Juga: Rusun ASN di Ibu Kota Nusantara Hampir Selesai, Dukung Pemerintahan Modern di Kalimantan Timur!
Garis Kemiskinan (GK) menjadi tolok ukur utama dalam metodologi ini. GK terdiri dari dua komponen utama, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
- Garis Kemiskinan Makanan (GKM): Merupakan nilai pengeluaran1 yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan setara 2.100 kilokalori per orang per hari. Paket komoditas makanan yang menjadi dasar penghitungan GKM mencakup 52 jenis komoditas.
- Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM): Adalah nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan selain makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditas GKNM mencakup 51 jenis di wilayah perkotaan dan 47 jenis di wilayah perdesaan.
Proses Penetapan Angka Kemiskinan
BPS menetapkan Garis Kemiskinan dengan menjumlahkan nilai GKM dan GKNM. Angka ini merepresentasikan jumlah rupiah minimum yang diperlukan seseorang untuk memenuhi kebutuhan pokok selama satu bulan agar tidak tergolong miskin.
Berdasarkan data terakhir pada September 2023, Garis Kemiskinan nasional tercatat sebesar Rp 550.458 per kapita per bulan. Dengan menggunakan acuan tersebut, tingkat kemiskinan di Indonesia pada periode yang sama adalah sebesar 9,36%, atau setara dengan 25,90 juta jiwa.
Pemerintah menegaskan bahwa data dan metodologi yang digunakan BPS telah mengikuti standar internasional dan disesuaikan dengan kondisi sosial-ekonomi lokal. Data ini menjadi landasan utama dalam perancangan, implementasi, dan evaluasi program-program pengentasan kemiskinan di seluruh Indonesia.
Baca Juga: 25-26 Desember 2024, Pemprov DKI Jakarta Bebaskan Ganjil Genap untuk Libur Natal
***