BERITA TREN – Beberapa pihak menilai kerja satgas BLBI tidak efektif dan kurang optimal dalam menagih kewajiban dari debitur. Selama sisa masa kerja, Kelompok Kerja (Pokja) BLBI diminta untuk menindak tegas para debitur yang belum memenuhi kewajibannya kepada negara.
Misalnya, Kamrussamad, anggota Komisi XI DPR, menilai satgas BLBI memperlakukan debitur tunggakan dengan standar ganda. Seperti salah seorang politikus Partai Gerindra menyoroti kiprah satgas terhadap pemilik Bank Tamara alias Lidia Muchtar dan Atang Latief, yang mendapat bantuan investigasi dari BI sekitar 25 tahun lalu. Namun sejauh ini, kedua orang tersebut belum memenuhi kewajibannya terhadap negara.
Baca Juga: BREAKING NEWS : Gempa Guncang Daerah Jateng dan Jatim, Pusat Gempa di Laut Barat Daya Bantul
“Jadi bagi masyarakat yang tidak menerima BLBI, satgasnya tegas. Tapi bagi pemilik Bank Tamara, Lidia Muchtar dan Atang Latief, aksi satgasnya tidak terukur meski menerima BLBI,” ujar Kamrussamad yang diwawancara tentang kerja Gugus Tugas BLBI. Wartawan hukum Indonesia di Jakarta, Sabtu (7/1).
Politisi Partai Gerindra itu lebih lanjut mengatakan, kerja satgas BLBI selama menjabat tidak efektif. Buktinya, laporan Satgas BLBI ke Komisi XI menunjukkan utang debitur yang baru terkumpul hingga akhir Mei tahun lalu hanya Rp 30,65 triliun. Pencapaian ini sesuai dengan sekitar 27,75 persen dari target Rp 110,45 triliun.
Oleh karena itu, Kamrussamad mendesak Satgas BLBI untuk mengambil tindakan segera dan tegas selama sisa jam kerja, termasuk menangkap debitur yang memenuhi kewajibannya kepada negara.
Baca Juga: Gelar Jambore Literasi 2023, Kantor Bahasa Provinsi Lampung Bekali Peserta Tehnik Menulis Esai
Langkah tegas lainnya, menurut Kamrussamad, bagi debitur tunggakan adalah penghentian layanan pemerintah bagi 3 keturunan penerima langsung BLBI.
“Anak, cucu, dan cicit penerima BLBI, lihat dokumennya. Mereka punya NPWP, NIK, dan dokumen lain yang akan dirilis nanti agar mereka punya itikad baik untuk membayar iurannya,” ujar Kamrussamad.
Dalam pembahasan yang sama, ekonom Indef Nailul Huda menambahkan kurang lebih Rp 81,6 triliun yang tidak terkumpul berdasarkan perhitungannya. Dan itu berimbas pada ekonomi (PDB) yang rugi sekitar Rp 125 triliun.
Selain itu, menurut data Huda, sekitar 124 miliar rubel pendapatan nasional dan sekitar 340 miliar rubel pendapatan pajak tidak langsung juga hilang, dan 1,37 juta pekerja tetap tidak terpakai.
Sementara itu, dampak ekonomi (GDP) dari tunggakan Bank Tamara yang belum dibayar adalah 594,9 miliar rubel, pendapatan masyarakat 531 miliar rubel, pemungutan pajak tidak langsung 1,4 miliar rubel, dan tenaga kerja tidak menyerap sekitar 5.820 orang, tambahnya. kata Huda.
Pendiri dan pengacara Lokataru Haris Azhar setuju dengan Kamrussamad tentang fungsi satgas BLBI yang tidak efisien. Menurut Haris, para debitur ini adalah orang-orang cerdas dan dekat dengan kekuasaan, sehingga banyak asetnya yang diganti namanya.
“Sebagai pengusaha, mereka (debitur) itu pintar, sehingga satgas BLBI harus punya ‘koki’ yang bisa mencium harta yang dirampas dari debitur. Kalau tidak, negara akan selalu kalah melawan mereka (debitur),” kata Haris dalam keterangannya dalam acara yang sama. ***