BERITA TREN – Bicara Lampung salah satunya kita harus ingat museum, sebab provinsi ini jangan hanya dikenal sebagai penghasil lada dan kopi, tetapi juga sebagai lumbung pangan karena pernah berstatus sebagai daerah penempatan transmigrasi.
Museum Ketransmigrasian yang berada di Provinsi Lampung ini merupakan Museum Transmigrasi pertama dan yang diklaim sebagai satu-satunya di dunia.
Dari Museum ini kita dapat gambaran dan bukti bahwa Lampung sebagai eks daerah transmigrasi berhasil menjadi daerah lumbung pangan dan telah terbukti berkontribusi besar dalam program ketahanan pangan nasional.
Baca Juga: Contoh Brosur Paket Lebaran 2023, Menawarkan Berbagai Produk Berkualitas dan Promo Menarik
Dikutip dari artikel ‘Satu Abad Transmigrasi di Indonesia’ oleh BeritaTren.com, Nugraha Setiawan menulis, tidak ada satupun negara lain yang menerapkan program transmigrasi.
Peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan dan Pengajar pada Jurusan Sosial Ekonomi Fapet Unpad itu menyebut, transmigrasi merupakan salah satu bentuk mobilitas spasial atau migrasi penduduk horizontal atas inisiatif pemerintah yang khas Indonesia.
Museum Ketransmigrasian atau dikenal sebagai Museum Transmigrasi ini dibangun di atas tanah seluas 6.3 hektare, memiliki bangunan utama bertingkat 3 lantai.
Baca Juga: Libur Sekolah Lebaran 2023 Jawa Timur Idul Fitri 1444 H Kapan? Simak Penjelasannya
Beralamat di Jln. Ahmad Yani, Desa Bagelen Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran. Jarak dari pusat Kota Bandar Lampung hanya 25 km, dapat ditempuh dalam waktu 47 menit dengan kendaraan pribadi. Kondisi jalan mulus dan lancar.
Menurut Prof. Dr. Ir. Muhajir Utomo, M.Sc., Guru Besar Ilmu Tanah/Manajemen Sumberdaya Alam Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Museum Ketransmigrasian ini dibangun karena alasan historis.
Begawan Pertanian, putra transmigran kelahiran Pringsewu ini adalah tokoh penggagas berdirinya Museum Transmigrasi ini. Beliau pernah menjabat Rektor Universitas Lampung (Unila) dua periode, 1998-2007.
Baca Juga: Zakat Fitrah Hukumnya Wajib, Ini Bacaan Niatnya untuk Diri Sendiri, dan Keluarga
“Museum ini mulai dibangun pada 12 Desember 2004 pas Hari Bhakti Transmigrasi ke-54. Peletakan batu pertamanya oleh Gubernur Lampung ke-9, Sjachroedin Zainal Pagaralam,” terang Muhajir Utomo.
Seorang pengunjung museum asal Tubaba kepada BeritaTren.com mengatakan, koleksi museum harus diperkaya, termasuk pengelolaannya perlu ditingkatkan.
“Saya melihat masyarakat masih banyak menyimpan hal-hal yang bisa mendukung konten museum. Itu harus diduplikasi kalau tidak boleh diminta. Ini era digital, rasanya tak sulit untuk dilakukan,” kata pengunjung yang enggan ditulis namanya itu.
Baca Juga: Ingin Sholat Taubat? Ini Cara Menunaikannya Lengkap Dengan Bacaan Niatnya
Ia menyebut, diantaranya ada kentongan raksasa yang dulu dipergunakan untuk mengumpulkan orang atau ditabuh saat ada bahaya. Dia juga melihat berbagai alat pertukangan, dan gerabah yang masih disimpan masyarakat.
“Semua pihak harus mensupport pengelola museum, supaya museum lebih menarik dan suasananya hidup,” tambahnya.
Pendapat ini diamini oleh Profesor Muhajir Utomo.
“Dukungan dari pemerintah sedikit sekali. Padahal Transmigrasi adalah peristiwa besar sejarah bangsa Indonesia. Jadi manajemen pengelolaannya juga susah bergerak,” terang Prof Muhajir Utomo menanggapi kondisi museum, Bandar Lampung, Senin 17/04/2023).
Dukungan terhadap pengelolaan dan pengembangan Museum Transmigrasi ini juga datang dari Ketua Umum Perhimpunan Anak Transmigrasi RI (DPP PATRI), Ir. H. Sunu Pramono Budi, MM.
Dihubungi BeritaTren.com Ketua Umum DPP PATRI yang akrab disapa Pak Hasprabu atau Lurah PATRI ini mengatakan, Museum Transmigrasi dan PATRI ini tidak bisa dipisahkan.
Ditengah kesibukannya, Lurah PATRI menerangkan bahwa Museum Transmigrasi itu digagas oleh pendiri sekaligus Ketua Umum DPP PATRI periode 2004-2014, Prof. Muhajir Utomo.
“Tentu kami sangat mendukung keberadaan dan pengembangannya,” tegas Hasprabu.
Baca Juga: Tips Mengolah Rendang Daging Sapi Supaya Cepat Empuk Untuk Sajian Lebaran, Gampang Banget!
Ia menambahkan, Museum Nasional Ketransmigrasian ini mendokumentasikan catatan sejarah dan menjadi rujukan ilmiah tentang keberhasilan proses transmigrasi di Indonesia.
“Pengelola harus bisa mendekatkan keberadaan, peran dan fungsi museum ini di kalangan generasi milenial. Jangan sampai sejarah transmigrasi hilang karena generasi penerusnya tidak mengenal sejarah,” kata Hasprabu.
“Kondisi kurang terurus ini jangan berlarut, gandeng mitra biar tidak stagnan. Kolaborasi dengan pegiat literasi untuk menarik generasi milenial,” gagas pegiat literasi asal Tubaba.
Ia menambahkan, museum ini bisa jadi wahana belajar, pusat pengkajian program transmigrasi, dan menjadi destinasi wisata edukasi yang menarik di Lampung.
Dari tempat ini masyarakat dapat mengetahui sejarah panjang program transmigrasi dengan segala suka dukanya. Kontribusinya besar untuk pembangunan bangsa ini tetapi masih ada warga yang memandangnya buruk.
Sejarah panjang transmigrasi dimulai sejak pelaksanaan kolonisasi yang pertama tahun 1905 oleh pemerintah kolonial Belanda. Sebanyak 155 keluarga dari Karesidenan Kedu, Jawa Tengah dipindahkan ke Gedong Tataan (Bagelen) di Lampung.
Tahun 1922 dibuka lagi daerah kolonisasi baru yang lebih besar yang diberi nama Wonosobo dekat Kota Agung Lampung Selatan (sekarang daerah Tanggamus) serta daerah kolonisasi Metro dekat Sukadana.
Menyusul kemudian berturut-turut dibuka kawasan kolonisasi baru di Sumatera Selatan, Bengkulu, Kalimantan, dan Sulawesi.
Baru pada Desember 1950, untuk pertama kali setelah merdeka, Pemerintah RI melalui Jawatan Transmigrasi di bawah Kementerian Sosial memberangkatkan transmigran ke Sumatera Selatan. Istilah kolonisasi berubah menjadi transmigrasi.
Era Orde Baru, transmigrasi bukan semata-mata pemindahan penduduk dari pulau Jawa ke luar Jawa, tujuan program lebih diarahkan untuk memproduksi beras terkait upaya pencapaian swasembada pangan.
Ketua Umum DPP PATRI dalam berbagai kesempatan sering mengatakan, pengembangan transmigrasi saat ini juga diarahkan untuk mendukung kebijakan energi alternatif (biofuel), dan mendukung pemerataan investasi ke seluruh wilayah Indonesia.
“Penempatan transmigran juga untuk mendukung ketahanan nasional pulau terluar dan wilayah perbatasan,” ungkap Ir. H. Sunu Pramono Budi, MM (Hasprabu).
Masih kata Hasprabu, transmigrasi tidak lagi merupakan program pemindahan penduduk. Sekarang pengembangan transmigrasi dilaksanakan dengan paradigma mendukung ketahanan pangan dan penyediaan papan.
Baca Juga: Atletico Madrid vs Almeria Disiarkan Dimana?, Prediksi Skor H2H dan Tempat Nonton Liga Spanyol
Hasprabu mengingatkan, harus diakui, program transmigrasi ikut berperan menyumbang penyelesaian masalah pengangguran dan kemiskinan.
***