BERITA TREN – Ketika masuk bulan Ramadhan, ada banyak tradisi unik yang bisa ditemukan di Indonesia.
Tradisi tersebut tidak akan bisa ditemukan di belahan dunia lainnya.
Tradisi itu adalah membangunkan sahur bagi umat muslim yang menjalankannya.
Ternyata di berbagai daerah Indonesia memiliki istilah yang berbeda untuk membangunkan sahur.
Penasaran apa saja istilah tersebut? Berikut informasinya di bawah ini mengenai istilah tradisi unik membangunkan sahur di berbagai daerah.
Tradisi Dengo-Dengo, Sulawesi Tengah
Ternyata tradisi Dengo-Dengo ini sudah ada sejak abad ke-17. Tradisi ini berasal dari Kota Bungku, Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah.
Istilah Dengo-Dengo berasal dari sebuah bangunan non permanen dengan tinggi 15 meter yang didirikan secara gotong royong oleh warga menjelang 1 Ramadhan.
Bangunan tersebut terbuat dari batang bambu sebagai tiang penyangga dan memakai lantai papan dengan beratapkan daun sagu.
Diperkirakan pembangunan dengo-dengo ini menghabiskan biaya sampai 500.000.
Di dalam bangunan dengo-dengo sudah dilengkapi dengan gong, rebana, gendang, dan ditunggui oleh sekitar 8 warga.
Biasanya sejumlah warga umumnya para pemuda mulai berkumpul di dengo-dengo untuk membangunkan warga yang akan mengawali ibadah puasa.
Baca Juga: Inilah 2 Pemasok Air Baku di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Simak Seperti Apa Wujudnya!
Tradisi Bagarakan Sahur, Kalimantan Selatan
Tradisi yang satu ini sudah ada sejak lama dan berlangsung secara turun-temurun di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Ternyata tradisi Bagarakan Sahur sudah dilakukan sejak adanya Islam di tanah Banjar.
Hal tersebut karena zaman dahulu belum ada pengeras suara, sehingga berkeliling dan membunyikan sesuatu jadi metode yang ampuh untuk membangunkan orang sahur.
Sekitar pukul 2 atau 3 dini hari, terdapat sekelompok dengan segala usia di kawasan pemukiman bergerak berkeliling membunyikan alat yang dibawa untuk membangunkan warga.
Tahukah kamu kalau alat-alat yang dibawa termasuk sangat sederhana. Bahkan alat-alat tersebut seringkali bisa ditemui di rumah, seperti galon mineral, kaleng, panci, dan sebagainya.
Tradisi Ngarak Bedug, Jakarta
Ternyata tradisi ini juga sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Hal tersebut karena pada masa lalu Jakarta terdiri dari hutan dan rawa-rawa.
Jadi, ketika membangunkan Shaheer orang-orang Betawi memakai suara bedug supaya bisa terdengar.
Baca Juga: Menelisik Transaksi Janggal Rp300 T Hingga Dugaan Pencucian Uang, Mahfud MD: Saya Tidak Bercanda
Biasanya masyarakat akan memakai gerobak berisi bedug yang nantinya ditarik bersama.
Rombongan Ngarak Bedug tersebut akan bersama memukul bedug dan membunyikan alat-alat musik lainnya.
Namun ketika budaya Betawi dipengaruhi oleh budaya Tiongkok, orang Betawi menambahkan petasan dalam tradisi Ngarak Bedug.
***