BERITA TREN – Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI Indonesia), Jeirry Sumampow, menganggap bahwa wacana hak angket dalam menyelesaikan masalah di Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki dasar yang sah.
Namun, hal utama untuk memulihkan wibawa lembaga penegak konstitusi tersebut adalah putusan dari Majelis Kehormatan MK yang dapat memenuhi rasa keadilan publik.
“Sebagai sebuah hak sih oke-oke saja, tapi kalau gak angket itu digagas untuk kepentingan politik saya kira tidak akan berhasil untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Itu soalnya,” terangnya saat dihubungi, Jumat (3/11).
Baca Juga: Ketua YLBHI Memandang Jokowi Memegang Tanggung Jawab Terbesar atas Krisis Konstitusi
Jeirry menyampaikan pendapat ini karena melihat adanya nuansa politik yang cukup kuat dalam wacana hak angket.
Menurutnya, yang lebih efektif adalah mendorong MKMK agar dapat menjalankan peran dan fungsi mereka dengan baik dan tulus, sehingga dapat mengembalikan kepercayaan publik pada MK.
“Saya kira berharap banyak dari MKMK, itu jauh lebih strategis dan efektif. Mudah-mudahan mereka tetap berkomitmen menjaga muruah MK, tidak terjebak atau tidak terpengaruh dengan urusan politik yang berkelindan dalam putusan MK,” sambungnya.
Oleh karena itu, Jeirry mendorong agar masyarakat bersama-sama memperkuat dan mendukung MKMK.
Menurutnya, ini adalah pendekatan yang lebih efektif dalam menyelesaikan krisis konstitusi.
Baca Juga: Demi Muruah Mahkamah Konstitusi, MKMK Dituntut Ambil Keputusan yang Tidak Normatif
“Makanya menurut saya, kita perkuat dan dukung MKMK. Bagi saya itu jauh lebih efektif dan jauh lebih bisa dipercaya publik. Kita juga harus dorong, hakim MKMK memang betul-betul berpikir sebagai negarawan, yang tidak terjebak pada kepentingan politik tertentu atau dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan politik yang memang berkelindan cukup kental dalam kasus putusan MK ini,” tuturnya.
Menurut Jeirry, jika MKMK tidak dapat menghasilkan putusan yang jelas, maka akan timbul masalah yang lebih besar, yaitu hilangnya kepercayaan publik pada lembaga pengadilan hasil pemilu ini.
Padahal, Indonesia sebentar lagi akan mengadakan Pemilu 2024 sebagai ajang demokrasi.
“Kalau itu tidak ada lagi, kita akan jadi tambah rumit,” ungkapnya.
Baca Juga: Putusan MK Mengenai Usia Calon Presiden/Wakil Presiden Dinilai Dapat Merusak Tatanan Bernegara
Isu Angket dan Pertimbangan Elit
Sementara itu, Peneliti Forum Peduli Parlemen Indonesia (FORMAPPI), Lucius Karus, mengatakan bahwa penggunaan Hak Angket DPR terhadap MK tidak tepat.
“Hampir semua pakar tata negara menganggap Hak Angket DPR sebagai instrumen pengawasan legislatif terhadap eksekutif. Sedangkan MK masuk ke dalam ranah yudikatif. Secara prinsip, lembaga yudikatif seyogyanya tidak dapat diselidiki oleh lembaga politik seperti DPR,” jelas Lucius.
DPR, yang bekerja berdasarkan kepentingan politik tertentu, jelas tidak dapat netral dalam menilai sebuah keputusan, terutama jika keputusan tersebut masih terkait dengan dunia politik.
Unsur kepentingan politik di dalam DPR membuat setiap anggota dan fraksi menilai keputusan hukum berdasarkan keuntungan atau kerugian politik bagi diri mereka maupun partai mereka.
“Karena itu saya kira terkait keputusan MK soal syarat capres-cawapres, jelas bukan objek yang tepat untuk dijadikan alasan penggunaan Angket oleh DPR. ” imbuhnya.
Menurut Lucius, isu terkait angket terhadap MK lebih merupakan isu elit.
Syarat calon presiden dan calon wakil presiden ini adalah isu elit yang tidak berkorelasi secara langsung dengan kepentingan rakyat.
“Kalau DPR sungguh wakil rakyat sebelum-sebelumnya ada begitu banyak isu terkait kebijakan pemerintah yang terkait langsung dengan rakyat yang seharusnya mendorong penggunaan hak angket. Tetapi karena sebelum ini koalisi pendukung pemerintah dominan, kebijakan pemerintah yang bermasalah justru dibenarkan oleh DPR,” jelas Lucius.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah mengabulkan sebagian permohonan mengenai batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, dengan pengecualian bagi mereka yang pernah menjabat sebagai pejabat publik.
Keputusan ini dianggap menguntungkan bagi Gibran Rakabuming, anak dari Presiden Joko Widodo dan keponakan Ketua MK, Anwar Usman.
Baca Juga: Cara Mengetahui Weton Online secara Mudah dan Cepat, Bisa Cek Weton Pasangan, Lo!
MK dikritik telah meloloskan politik dinasti dan mendapatkan kecaman dari masyarakat maupun pegiat hukum tata negara.
Lalu, Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Masinton Pasaribu, mengusulkan agar DPR menggunakan hak angketnya terhadap MK. Namun, usulan ini dianggap tidak tepat.
“Saya kira sebagai warga negara, kita selalu mendukung DPR yang kuat dalam hal menggunakan semua kewenangan mereka berdasarkan UU. Ada banyak isu rakyat yang selama ini seharusnya cukup untuk memunculkan penggunaan angket, tetapi DPR justru melempem. Eh sekarang pas lagi runyam urusan Pemilu, DPR seolah-olah baru mulai bekerja,” tandas Lucius.
(***)