BERITA TREN – Sejumlah ahli hukum tata negara (HTN) telah mengungkapkan bahwa proses pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi) kini memenuhi unsur konstitusi.
Ini terjadi karena ada bukti bahwa Presiden secara terbuka terlibat dalam upaya pemenangan pasangan Prabowo Subianto dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Para peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), seperti Lucius Karus, berpendapat bahwa pernyataan ini dapat dijadikan dasar bagi DPR untuk mengambil tindakan nyata dalam mengevaluasi kebijakan-kebijakan Presiden Jokowi yang dianggap merugikan rakyat, bangsa, dan negara.
Baca Juga: Prof Mahfud.MD Calon Wakil Presiden Ganjar Pranowo di PilPres24: Kunjungan ke Kampung Halaman
“Jadi pakar HTN ini sesungguhnya menantang DPR. Apakah pernyataan kekecewaan yang dilontarkan sejumlah politisi parlemen betul-betul berangkat dari keprihatinan atas penyimpangan kebijakan Presiden atau hanya sekedar pernyataan politis yang dimaksudkan untuk mendapatkan simpati publik saja?” terangnya.
Lucius berpendapat bahwa selama tahun politik, banyak pernyataan politisi didasarkan pada kepentingan politik masing-masing dan semata-mata untuk mencapai keuntungan elektoral. Oleh karena itu, DPR seharusnya segera mengambil langkah konkret.
“Jika menurut ahli HTN sudah cukup alasan untuk memakzulkan Jokowi, harusnya langkah nyata segera bergulir di parlemen untuk mengumpulkan dukungan dari DPR dalam menggunakan hak angket,” tandasnya.
Baca Juga: Solihin GP Masuk Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud di Jabar
Lucius juga melihat bahwa dari segi politik, legitimasi Presiden Jokowi semakin tergerus karena keterlibatannya dalam pemilihan umum 2024. Kepentingan Presiden pada calon tertentu dalam pemilu mengancam posisinya sebagai kepala negara yang harus netral dalam semua hal terkait pemilu.
“Keberpihakan Presiden membawa bahaya terbukanya upaya mobilisasi infrastruktur kekuasaan untuk kepentingan kelompok yang didukung Presiden saja. Ini tentu tak adil dan melawan asas pemilu yang luber dan jurdil,” pungkasnya.
Ruang untuk Penyelidikan
Pengamat Politik dari UPN Veteran Jakarta, Danis, mengatakan bahwa peluang untuk melakukan pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo semakin kecil. Hal ini karena pelanggaran yang dilakukannya bersifat lebih tersembunyi.
Baca Juga: Ganjar-Mahfud Kunjungi KWI, Paparkan Visi Misi dan Gagasan di Hadapan Wali Gereja Indonesia
“Sulitnya menentukan tindakan pelanggaran presiden karena polanya yang senyap, impeachment baru bisa dilakukan saat presiden mengkhianati negara, melakukan korupsi, penyuapan, dan tindakan-tindakan tercela lainnya yang menyebabkannya tidak layak lagi menjadi presiden.” ujar Danis dihubungi hari ini (20/11).
Selain itu, citra DPR di masyarakat saat ini cenderung baik dalam konfrontasi dengan pemerintah.
Meskipun demikian, sikap Presiden Jokowi yang cawe-cawe secara berlebihan sangat disayangkan. Terlebih lagi, masyarakat tidak menganggapnya sebagai masalah serius.
Baca Juga: TKD Prabowo-Gibran di Jawa Tengah: Kukrit SW Pimpin dengan Semangat Baru
“Kita menyayangkan berbagai tindakan “cawe-cawe” yang terjadi, tapi kekecewaan itu tidak menyebar jauh pada persepsi masyarakat. Masyarakat tidak bergeming, mereka tidak ikut merasakan kekecewaan, menganggap seolah-olah wajar,” jelas Danis.
Sebelumnya, akademisi dari Universitas Andalas, Feri Amsari, juga telah menyatakan bahwa pemakzulan terhadap Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah memenuhi syarat konstitusi. Ia mengklaim bahwa presiden secara jelas terlibat dalam upaya pemenangan pasangan Prabowo Subianto dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, dalam pemilihan presiden 2024.
“Seluruh konteks dan unsur-unsur pemakzulan sudah terpenuhi,” kata Feri.
Situasi ini, menurut Feri, membuatnya meragukan apakah Pemilu 2024 akan berjalan sesuai semangat konstitusi, yaitu sebagai Pemilu yang bersih dan independen. Baginya, keterlibatan aparat kepolisian, skandal yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang juga adik ipar Presiden Jokowi, pemanggilan para menteri, kampanye di luar jadwal, dan pemanggilan pejabat daerah sudah cukup menjadi bukti konkret.
Selain itu, tindakan Presiden Jokowi yang awalnya mengatakan anaknya, Gibran Rakabuming Raka, tidak akan terlibat dalam politik, namun akhirnya menjadi Wali Kota dan calon wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto, juga dapat dijadikan bukti. “Pilihannya keberanian politisi (di parlemen) menegakkan konstitusi dan berhadapan dengan rezim totalitarian Jokowi,” ujar Feri.
***