BERITA TREN – Pada penerimaan mahasiswa baru tahun 2024, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta mendapatkan mahasiswa berprestasi, putri seorang transmigran.
Mahasiswa baru tersebut bernama Made Emilia Cahyati yang diterima di UGM prodi Ilmu dan Industri Peternakan melalui Jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP).
Bukan hanya lolos UGM tanpa tes, Emilia juga mendapatkan beasiswa UKT Pendidikan Unggul Bersubsidi sebesar 100 persen.
Baca Juga: Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Sampaikan Syarat agar Lolos Beasiswa Magister ke Libya
Kadek, ayah Emilia mengatakan bahwa meski dirinya sedari kecil hidup di wilayah transmigrasi, tetapi dirinya bertekad kuat untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang perguruan tinggi.
Melihat anak keduanya berhasil masuk UGM jalur prestasi, Kadek mengaku sangat senang dan bangga.
Sebenarnya, pada awalnya Emilia bahkan tidak menyangka jika dirinya bisa masuk ke salah satu universitas bergengsi di Indonesia tersebut.
Baca Juga: Kembali Mengukir Sejarah, UIN Wali Songo Kukuhkan Enam Guru Besar Baru
Apalagi, guru-guru di SMA 1 Pangale, Kabupaten Mamuju Tengah menuturkan bahwa belum ada satu siswapun di sekolah tersebut yang diterima kuliah di UGM
Selama di bangku sekolah, Emilia langganan juara kelas, ia selalu masuk rata-rata tiga besar. Di samping itu, ia juga sering mengikuti lomba dalam bidang Matematika dan sastra, dan selalu mendapatkan juara.
Misalnya saja pada perlombaan Olimpiade Sains Nasional Tingkat Mauju, ia mampu meraih juara 1 bidang Matematika. Selain itu, Emilia juga mendapatkan jura 1 bidang menulis cerpen pada Festival Lomba Siswa Nasional (FLS2N) Jenjang SMA.
Baca Juga: MTsN 1 Pati, Madrasah di Pelosok Desa dengan Prestasinya Mendunia
Menurut pengakuannya, tidak ada yang tidak mungkin asal mau berusaha. Hal itu dibuktikan dengan dirinya, seorang yang tinggal di wilayah pelosok saja bisa diterima di UGM tanpa tes.
Dikutip BeritaTren.com dari ugm.ac.id pada Jumat, 26 Juli 2024, “Dari awal, memang saya sudah niat masuk UGM karena Yogyakarta terkenal dengan pendidikannya. Dulu saja sekolah SMP saya termasuk daerah 3T. Lalu SMA saya tidak masuk daftar ranking 1000 SMA terbaik di Indonesia, paling tidak saya bisa ke kampus favorit,” ujarnya.***