BERITA TREN – Berdasarkan data astronomi, Gerhana Matahari Hibrida akan terjadi di wilayah Indonesia, kecuali sebagian wilayah utara Provinsi Aceh.
Peristiwa ini adalah fenomena astronomi langka. Sebelumnya, Gerhana Matahari Hibrida pernah terjadi di Indonesia pada abad ke-19 dan abad ke-20, dan akan terjadi lagi nanti di tahun 2049.
Menurut Pakar Astronomi dan Astrofisika Indonesia, fenomena Gerhana Matahari Hibrida ini memberi beberapa dampak bagi Bumi, diantaranya perubahan suhu, kondisi langit, dan termasuk perubahan perilaku hewan.
Baca Juga: Fenomena Langka! Gerhana Matahari Hibrida Bakal Terjadi di Indonesia pada 20 April 2023
Dikutip dari Kompas.com oleh BeritaTren.com, gerhana matahari sebenarnya terjadi setidaknya satu kali dalam satu tahun, tetapi lokasinya selalu berpindah-pindah.
Namun untuk gerhana matahari hibrid dibutuhkan waktu lama untuk terjadi lagi di wilayah yang sama. Setelah ini, Indonesia akan mengalami lagi nanti di tahun 2049, dan bakal terjadi lagi nanti di abad ke-23.
Dikutip dari siaran Kementerian Agama RI melalui laman kemenag.go.id oleh BeritaTren.com Gerhana Matahari atau Kusuf as-Syams diprediksi akan berlangsung besok, Kamis, 20 April 2023.
“Insya Allah, pada 20 April 2023, bertepatan 29 Ramadan 1444 H, akan terjadi Gerhana Matahari Hibrida di seluruh wilayah Indonesia,” ungkap Dirjen Bimas Islam Kamaruddin Amir di Jakarta, Selasa (18/04/2023).
Kamaruddin Amin mengajak umat Islam melakukan Salat Gerhana Matahari atau Salat Kusuf, sesuai tuntunan syariah dan menghimbau tetap memperhatikan protokol kesehatan.
Pihaknya juga menghimbau untuk bertakbir, perbanyak zikir dan istighfar, sedekah dan amal saleh lainnya, serta berdoa untuk kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
Dalam teori astronomi, gerhana terjadi saat bulan berada di antara matahari dan bumi.
Saat bulan lebih dekat ke bumi, piringan bulan akan menutup seluruh piringan matahari.
Ukuran matahari lebih besar, tetapi karena lebih jauh dari bumi, menyebabkan bayangan bulan atau umbra akan jatuh ke permukaan bumi. Inilah yang disebut gerhana matahari total.
Andi Pangerang, Peneliti Pusat Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menjelaskan, Gerhana Matahari Hibrida adalah perpaduan dari Gerhana Matahari Total dan Gerhana Matahari Cincin.
“Masyarakat hanya dapat menyaksikan perubahan fase gerhana matahari cincin ke gerhana matahari total dan kembali ke gerhana matahari cincin lagi dalam waktu singkat,” terangnya.
BRIN akan memanfaatkan momen langka ini untuk riset tentang korona, atau lapisan atmosfer matahari yang menurut Andi Pangerang hanya bisa dilihat saat terjadi gerhana.
Tak hanya itu, BRIN juga akan mempelajari dampak gerhana matahari pada teknologi satelit seperti satelit komunikasi dan satelit navigasi.
Perilaku hewan pada saat terjadi gerhana juga tak luput dari pengamatan BRIN.
“Ketika langit menjadi gelap akibat gerhana, hewan-hewan yang biasa aktif di malam hari (nokturno) akan beraktifitas,” kata Andi Pangerang.
BRIN berharap, adanya riset matahari saat gerhana tanggal 20 April 2023 besok, akan muncul pengetahuan-pengetahuan baru yang belum terungkap. Atau sudah terungkap tetapi karena momennya sangat langka baru bisa dilakukan riset saat ini.
Saat puncak gerhana di suatu tempat tertentu, matahari akan tampak seperti cincin, yaitu gelap di bagian tengahnya dan terang di bagian pinggirnya.
Informasi yang dirilis BRIN menyebut, puncak peristiwa gerhana diperkirakan akan terjadi sekitar pukul 13:30 sampai 14:30 WIT.
Gerhana Matahari Hibrida ini akan melintasi beberapa wilayah – mulai dari Samudera Hindia, bagian utara Australia, bergeser ke Timor Leste, kemudian ke 11 wilayah di Indonesia bagian timur.dan akhirnya ke Samudera Pasifik.
Andi Pangerang menandaskan, pengamat di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik akan menyaksikan gerhana matahari cincin, sementara wilayah Australia, Timor Leste, dan 11 wilayah di Indonesia timur akan menyaksikan gerhana matahari total.
Lebih jauh ia menjelaskan, gerhana akan dimulai dari Pulau Kisar, Maluku, kemudian melintas ke Pulau Maopora, Pulau Damar, Pulau Watubela; lalu ke wilayah Papua Barat, dan berakhir di Pulau Biak, Papua.
Karena gerhana terjadi di waktu siang, masih menurut peneliti BRIN, intensitas sinar matahari akan menurun, dan langit menjadi gelap seperti malam hari. Ini akan berlangsung singkat, kurang lebih selama satu menit.
Dalam kondisi tersebut, benda-benda langit yang sebelumnya tidak kelihatan akan terlihat pada saat gerhana matahari total.
“Bintang dan planet yang tidak bisa kita lihat pada siang hari, karena biasanya benda-benda itu hanya dapat disaksikan malam hari, karena ada fenomena gerhana ini, akan bisa dilihat di siang hari saat terjadi gerhana,” kata Andi Pangerang.
Andi Pangerang menuturkan, ada dua cara yang tidak disarankan untuk melihat gerhana matahari.
Pertama, menggunakan kacamata las, alat ini menurut dia, meskipun memiliki lapisan film tetapi bersifat menyerap sinar matahari, ini berbahaya untuk retina mata.
Kedua, mengamati melalui pantulan air. Meskipun saat gerhana intensitasnya berkurang tapi masih ada sedikit radiasi elektromagnetik yang dipantulkan dari permukaan air ke mata. Ini bisa merusak bola mata.
Masyarakat boleh menyaksikan gerhana matahari di tempat terbuka atau tidak terhalang tetapi tidak boleh menatap langsung, harus menggunakan filter yang dapat menyaring 99.99 persen cahaya matahari supaya tidak beresiko membutakan mata.
Untuk itu masyarakat hanya dapat menggunakan teropong yang sudah dilapisi filter matahari atau kacamata gerhana.***