BERITA TREN – Dalam sebuah wawancara, Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi (Perludem), menegaskan bahwa Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dikomandoi oleh individu-individu yang kredibel dan mampu secara bijaksana membuat keputusan mengenai perkara etik yang melibatkan hakim MK.
“Apalagi tiga anggota MKMK adalah sosok yang menjadi bagian penting dari eksistensi MK sebagai lembaga penegak konstitusi dan demokrasi Indonesia. Saya sendiri ingin memberikan keyakinan pada MKMK untuk berdiri tegak di atas moralitas etis dan hukum dalam kehidupan berkonstitusi di Indonesia,“ kata Titi saat berbincang, senin (6/11).
Ketiga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) tersebut adalah Wahiduddin Adams, Jimly Asshiddiqie, dan Bintan R Saragih.
Baca Juga: Dinasti Politik Mengancam Demokrasi di Indonesia
“Banyak spekulasi dan kontroversi terkait dengan Putusan MKMK, namun semua pihak mestinya menunggu Putusan MKMK dan memberikan keyakinan terus menerus kepada para anggota MKMK untuk memegang teguh komitmen dan integritasnya dalam membuat keputusan terbaik atas laporan yang ditanganinya,“ ujar Titi.
Keputusan MKMK terkait dugaan pelanggaran kode etik akan diumumkan besok, pada hari Selasa.
Masyarakat sangat berharap agar MK dapat kembali memperbaiki reputasinya.
“Tidak bisa ada jaminan sepenuhnya Putusan MKMK akan memulihkan berbagai kontroversi, spekulasi, serta friksi yang kadung terjadi. Namun, setidaknya Putusan MKMK ini menjadi pondasi penting untuk menegakkan eksistensi dan keberadaan MK sebagai kekuasaan kehakiman yang merdeka, independen, dan kredibel. Hal itu penting sebagai bagian dari menjaga kepercayaan publik dan legitimasi Pemilu 2024,” tandas Titi.
Baca Juga: TePI Indonesia Menilai Wibawa Mahkamah Konstitusi Bisa Kembali dengan Putusan MKMK
Dalam kesempatan yang berbeda, Ketua MKMK, Jimly Assidhiqie, berharap bahwa keputusan dalam kasus yang melibatkan sembilan hakim adalah langkah terbaik untuk menemukan solusi yang adil dan adil, terutama mengingat Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024.
Sebelumnya, MKMK sedang menyelidiki kasus dugaan pelanggaran kode etik oleh Ketua Hakim MK, Anwar Usman, dalam gugatan Batas Usia Capres-Cawapres.
Ketua MK, Anwar, memenuhi sebagian tuntutan tersebut dengan menambahkan kategori ‘menduduki jabatan publik’.
Dengan demikian, Gibran Rakabuming, putra dari Presiden Joko Widodo yang juga keponakan Anwar Usman, dapat maju sebagai Cawapres.
Baca Juga: Ketua YLBHI Memandang Jokowi Memegang Tanggung Jawab Terbesar atas Krisis Konstitusi
Namun, Wakil Ketua Setara Institute, Bonar Tigor Naipospos, menduga bahwa dalam keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) besok kemungkinan besar akan terungkap pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim konstitusi, Anwar Usman.
“Kalau saya lihat pasti Anwar Usman akan dijatuhkan sanksi melanggar etik. Kemudian apakah nanti ada embel-embel untuk mengundurkan diri atau diberhentikan itu masih tanda tanya,” ungkapnya.
Meskipun demikian, Bonar berharap bahwa Anwar Usman memiliki hati yang besar untuk mengundurkan diri dari MK.
Hal ini seharusnya dilakukan untuk menghindari adanya kekhawatiran bahwa kasus serupa akan terulang kembali.
Baca Juga: Demi Muruah Mahkamah Konstitusi, MKMK Dituntut Ambil Keputusan yang Tidak Normatif
Terlebih lagi, tahun depan akan menjadi tahun perayaan demokrasi, dimana MK akan berperan sebagai pengadil sengketa hasil Pileg 2024 dan Pilpres.
“Tapi seharusnya kalau dia berjiwa besar, melanggar etik ini kan cukup berat, seharusnya dia mengundurkan diri agar tidak terjadi lagi conflict of interest. Apalagi nanti pada saat putusan-putusan untuk pemilu, nanti kan sengketa melalui MK lagi, kalau dia masih tetap menjadi hakim konstitusi itu dikhawatirkan akan kembali terulang,” sambungnya.
Menurut Bonar, pengunduran diri Anwar Usman adalah langkah yang paling tepat. Karena pada dasarnya tidak ada mekanisme hukuman yang dapat diberlakukan pada hakim konstitusi kecuali melalui proses pidana.
“Saya tidak tahu Anwar Usman ini membujuk, memberikan janji, nah kalau itu bisa dikategorikan sebagai tindakan pidana, membujuk menjanjikan sesuatu agar mengikuti arahan dia. Kalau MKMK tidak menemukan hal itu, hanya Anwar Usman kemudian melanggar kode etik UU Kehakiman ya dia hanya kena pelanggaran etik saja,” sambungnya.
Baca Juga: Putusan MK Mengenai Usia Calon Presiden/Wakil Presiden Dinilai Dapat Merusak Tatanan Bernegara
Oleh karena itu, Bonar berharap keputusan MKMK dapat mendorong Anwar Usman untuk tidak lagi menduduki jabatan hakim konstitusi.
“Karena itu, bunyi keputusan yang paling ideal bagi saya adalah permintaan agar Anwar Usman dengan kesadarannya sendiri mengundurkan diri dari jabatan hakim konstitusi,” pungkasnya.
***