BERITA TREN – Muncul istilah “Kristen Muhammadiyah” sontak saja banyak dahi orang berkerut. Tapi bukan Muhammadiyah namanya, kalau tak mampu membuat sejuk suasana dan kepala dingin. Silent tapi menonjol, langkah organisasi keagamaan ini merawat pluralisme di Indonesia.
Menarik, fenomena unik membincang pluralisme Indonesia ini muncul bukan dari obrolan di warung kopi, tapi berdasarkan penelitian Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ulhaq yang kemudian dibukukan dengan judul Kristen Muhammadiyah: Mengelola Pluralitas Agama dalam Pendidikan.
Indonesia dengan kebhinekaan yang dimiliki perlu ruang pluralisme untuk tetap bertahan dalam bingkai NKRI. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tertarik dengan buku Kristen Muhammadiyah ini dan menggelar acara bedah buku.
Istilah Kristen Muhammadiyah (KrisMuha) sebenarnya bukan wacana baru yang diperkenalkan Ormas Muhammadiyah, karena sejak 2019 ini sudah dimunculkan tapi kurang populer.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menuturkan, saat dirilis pertama tahun 2019 buku tersebut masih kurang detail dalam hal data-data.
Dalam edisi terbaru yang diterbitkan oleh Penerbit Buku Kompas (Kompas Gramedia) ini, buku tersebut telah mengalami penyempurnaan yang komprehensif dan juga telah diperbaiki dengan baik.
“Terutama pada bagian bab dua buku ini, ada penjelasan tentang akar pluralisme dalam pendidikan Muhammadiyah di tingkat akar rumput,” ungkap Abdul Mu’ti.
Dilansir dari laman muhammadiyah.or.id oleh BeritaTren.com, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menegaskan bahwa Kristen Muhammadiyah (KrisMuha) merupakan varian sosiologis, bukan teologis.
Istilah ini merujuk pada kedekatan antara warga Kristen dengan gerakan Muhammadiyah, bukan penggabungan akidah Muhammadiyah dengan Kristen.
“Kristen Muhammadiyah merupakan varian sosiologis yang menggambarkan para pemeluk Agama Kristen/Katolik yang bersimpati dan memiliki kedekatan dengan Muhammadiyah,” ucap Abdul Mu’ti pada Senin (29/05/2023).
Ia juga menjelaskan, bahwa KrisMuha bukan anggota resmi Muhammadiyah. Mereka tetap teguh dengan nilai-nilai dan keyakinan Kristen.
Ini menegaskan, bahwa varian KrisMuha sesungguhnya bukan penggabungan teologis antara Muhammadiyah dengan keyakinan Kristen, melainkan simpatisan Muhammadiyah yang beragama Kristen.
Guru Besar Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah itu menerangkan, KrisMuha bukan anggota Muhammadiyah. Mereka tetap pemeluk Agama Kristen/Katolik yang teguh, tidak mencampuradukkan ajaran Kristen/Katolik dengan Islam (Muhammadiyah).
Menurut Abdul Mu’ti, kedekatan dan simpati kepada Muhammadiyah ini terbentuk karena pengalaman berinteraksi dengan warga dan pemahaman atas Muhammadiyah selama belajar di sekolah/lembaga pendidikan Muhammadiyah.
Varian KrisMuha menunjukkan peranan pendidikan Muhammadiyah dalam membangun kerukunan antar umat beragama dan persatuan bangsa.
Abdul Mu’ti sebagaimana dikutip BeritaTren.com dari laman muhammadiyah.or.id mengatakan, mereka tetap teguh menjadi pemeluk Kristen/Katolik karena selama belajar di sekolah Muhammadiyah tetap mendapatkan pendidikan Agama Kristen/Katolik.
Pendidikan Agama Kristen/Katolik yang mereka terima diajarkan oleh pendidik Agama Kristen/Katolik sebagaimana diatur UU Nomor 20/2023 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi bekerja sama dengan Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menggelar bedah buku ini di Kantor Kemendikbudristek, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, pada Senin (22/05/2023).
Ketua LKKS PP Muhammadiyah, Fajar Riza Ulhaq, menjelaskan, buku ini menggambarkan situasi toleransi di daerah-daerah terpencil di Indonesia, terutama di daerah 3 T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal).
Daerah-daerah pinggiran Indonesia yang dimaksud adalah Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT); Serui, Papua; dan Putussibau, Kalimantan Barat (Kalbar).
Lebih rinci, Fajar Riza menguraikan, munculnya varian KrisMuha terekam dalam interaksi intens antara siswa-siswi Muslim dan Kristen dalam lingkungan pendidikan di sekolah-sekolah Muhammadiyah.
Dijelaskan bahwa, kedekatan interaksi ini tidak menghilangkan identitas mereka sebagai pemeluk agama Kristen yang taat.
Dalam buku yang sudah diterbitkan sejak tahun 2019 ini, akan terlihat kontribusi besar Muhammadiyah dalam membangun generasi Indonesia yang lebih toleran, inklusif, dan terbiasa hidup bersama dalam perbedaan. ***