BERITA TREN – Pemilu adalah momen penting dalam kehidupan politik sebuah negara.
Namun, ada persoalan yang muncul terkait netralitas alat negara dalam kondisi seperti ini.
Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, menyoroti keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Joko Widodo, dalam pemilu dan potensi pengaruhnya terhadap netralitas alat negara.
Menurut Arif, potensi pengaruh ini tidak selalu terjadi dengan sengaja, tetapi bisa secara tidak langsung mempengaruhi netralitas alat negara.
Baca Juga: Jelaskan perbedaan aplikasi driver dan bahasa pemrograman, temukan penjelasannya disini
Dia menyebutkan adanya kemungkinan bahwa ada orang-orang di instansi pemerintah yang mengidolakan Jokowi dan merasa bahwa membantu Jokowi adalah sesuai dengan keinginan mereka.
“Problemnya, kalau itu dilakukan. Maka bukan tidak mungkin mulai dari netralitas birokrasi, netralitas TNI- Polri itu bisa terganggu,” tuturnya di Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Arif mengkhawatirkan bahwa pencalonan Gibran akan menyebabkan kehilangan keadilan politik di Indonesia.
“Jika hal ini dibiarkan, kita akan terjebak dalam gaya-gaya lama, di mana nepotisme dianggap wajar, pelanggaran etika dianggap dapat diterima selama tidak melanggar hukum. Lama kelamaan, politik dan hukum kita akan terperangkap dalam formalisme, dan hal ini akan membuat negara kehilangan keadilan politik,” tegasnya.
Baca Juga: Jelaskan manfaat produk rekayasa konversi energi, cek begini penjelasan lengkapnya
Namun, Arif meragukan kualitas kenegarawanan Jokowi dan Gibran.
“Saya ingin mengatakan bahwa baik Jokowi, Prabowo, Gibran, maupun semua ketua partai yang mendukung pencalonan Prabowo-Gibran tidak memiliki karakter sebagai negarawan, sama seperti Anwar Usman,” katanya.
Menurut Arif, hal ini terjadi karena mereka tidak menghindari atau tidak memandang konflik kepentingan sebagai suatu hal yang wajar dan dapat diterima.
Majunya Gibran Sebagai Capres
Arif memandang majunya Gibran sebagai calon presiden ketika Jokowi masih menjabat sebagai presiden sebagai pelanggaran terhadap keutamaan.
Baca Juga: JAWABAN! Soal jelaskan cara mencari top kompresi, temukan penjelasannya disini
Baginya, tuntutan terhadap pemimpin bukan hanya tentang kepantasan, tetapi juga tentang keutamaan.
Salah satu aspek keutamaan adalah kesediaan pemimpin untuk menghindari potensi konflik kepentingan.
Peran Bawaslu
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khairunnisa Nur Agustyati, mengungkap perlunya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) berperan aktif dalam mengawasi potensi penyalahgunaan alat negara.
Baca Juga: Jawaban dari soal apa keunikan musik yang kamu amati di daerahmu jelaskan, cek disini
“Menurut saya Bawaslu harus lebih aktif lagi mengawasi soal ini, karena potensinya bukan hanya di masa kampanye saja. Tapi juga sebelum masa kampanye seperti hari-hari ini,” ujar Khairunnisa.
Khairunnisa menyoroti bahwa meskipun masa kampanye baru dimulai pada 28 November 2023, potensi penyalahgunaan kewenangan sudah terjadi sejak sebelum masa kampanye resmi dimulai.
“Selama ini Bawaslu selalu berdalih bahwa peserta pemilu belum ditetapkan dan juga belum masuk masa kampanye sehingga tidak bisa dilakukan penindakan,” katanya.
Baca Juga: Kumpulan Puisi Hari Pahlawan untuk Mengobarkan Semangat Juang Para Pemuda Indonesia
Namun, Tugas dan Wewenang Bawaslu sudah jelas tertera, salah satunya adalah melakukan pencegahan dan penindakan terhadap Pelanggaran Pemilu dan Sengketa proses Pemilu sampai dengan memutuskan jika terjadi pelanggaran.
“Seharusnya dengan segala kewenangannya saat ini, harusnya Bawaslu tidak sekedar menunggu saat masa kampanye saja. Sebelum masa kampanye harusnya sudah harus dilakukan juga untuk memastikan proses pemilu berjalan secara fair,” ujar Khairunnisa.
Masyarakat sangat mengharapkan profesionalisme dan independensi Bawaslu dalam menjalankan tugasnya.
Baca Juga: Intervensi Dinasti Politik Jokowi yang Merusak Demokrasi
“Saya rasa publik sudah banyak mengingatkan bawaslu soal tugas dan fungsinya saat ini, karena saat bawaslu kita sudah bertransformasi menjadi lembaga yang memiliki kewenangan yang besar,” tandas Khairunnisa.
Sebelumnya, beredar dugaan bahwa aparat negara ikut campur dalam proses kandidasi politik.
Hal ini dikemukakan oleh Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Ammarsjah Purba, terkait dugaan penggunaan aparat untuk memonitor kegiatan politik peserta pemilu.
***