BERITA TREN – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai diberlakukan per 1 Januari 2025 diprediksi akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat serta operasional perusahaan dan pelaku bisnis.
Hal ini diungkapkan oleh M Jailani, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Palangka Raya (UMPR).
Dalam keterangannya, Jailani menyoroti potensi dampak luas dari kebijakan pemerintah pusat ini, terutama bagi kelompok masyarakat menengah ke atas, serta perusahaan dan pelaku usaha bisnis.
“Kenaikan tarif PPN 12 persen ini akan berdampak pada konsumen maupun perusahaan atau pelaku usaha bisnis, yang pada akhirnya turut memengaruhi daya beli masyarakat dan operasional bisnis,” ujar Jailani, Kamis (1/1/2025).
Baca Juga: Jangan Lewatkan! Cara Cek Bansos Kemensos.go.id 2025 Pakai NIK, Apakah Anda Termasuk Penerima?
Tekanan Baru di Tahun Transisi
Dilansir BeritaTren.com dari berbagai sumber, tahun 2024 menjadi momen pemulihan ekonomi global.
Namun, tahun 2025 dinilai sebagai periode transisi yang sarat dengan tantangan baru, termasuk perubahan regulasi, kebijakan moneter, dan ekspektasi konsumen yang semakin kompleks.
Menurut Jailani, kebijakan kenaikan PPN ini berpotensi menggerus daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah ke atas. “Kalangan menengah atas bisa turun kelas menjadi menengah bawah, bahkan rentan,” prediksinya.
Baca Juga: Bansos BPNT Januari 2025 Cair! Begini Cara Cek Nama Anda di cekbansos.kemensos.go.id dengan NIK KTP
Ia juga menjelaskan bahwa perusahaan akan merasakan dampak langsung dari kebijakan ini. Penurunan permintaan terhadap barang dan jasa dapat mengurangi keuntungan perusahaan, sehingga menyulitkan ekspansi bisnis.
“Dalam jangka pendek, banyak perusahaan akan mengambil langkah efisiensi, bahkan tidak jarang melakukan rasionalisasi pegawai atau PHK,” paparnya.
Efek Makro dan Kritik terhadap Efisiensi Pengelolaan Pajak
Lebih lanjut, Jailani mengingatkan bahwa dampak negatif ini tidak hanya dirasakan oleh individu dan perusahaan, tetapi juga berimplikasi pada perekonomian secara makro. Ia menilai, kebijakan ini berisiko menggerus pertumbuhan ekonomi di tahun mendatang.
Baca Juga: PPN 12 Persen Berlaku untuk Barang Mewah, Ini Klarifikasi Lengkap Presiden Prabowo dan Sri Mulyani
Meski demikian, ia menyadari pentingnya pajak sebagai sumber pendanaan negara. Namun, ia menegaskan bahwa penerapan pajak harus adil, tepat waktu, dan efisien. “Pajak seharusnya tidak melemahkan daya saing usaha atau daya beli masyarakat,” katanya.
Jailani juga mengkritik pengelolaan hasil pajak yang dianggapnya masih tidak efisien. Ia menegaskan bahwa sebelum menaikkan tarif pajak, pemerintah harus membereskan berbagai kebocoran dan kerusakan dalam pengelolaan anggaran negara.
“Menaikkan pajak memang menambal APBN, tetapi sayangnya penggunaan APBN oleh penyelenggara negara masih jauh dari efisien,” ungkapnya.
Sebagai penutup, Jailani berharap pemerintah memperbaiki tata kelola pajak terlebih dahulu sebelum memberlakukan kebijakan baru yang berpotensi memberatkan masyarakat.
Baca Juga: Pangan Lokal Bebas PPN 12 Persen Tahun 2025, Solusi Baru Pemerintah untuk Ekonomi Rakyat
***