BERITA TREN – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan berlaku pada awal 2025 memunculkan polemik di masyarakat.
Namun, Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menilai bahwa pembatalan kebijakan ini sebenarnya sangat mudah dilakukan, asalkan ada kemauan politik dari Presiden Prabowo Subianto.
“Kalau mau diubah itu peraturan kan mudah. Merem saja beres. Mumpung Istana-DPR akur,” ujar Adi melalui akun Instagram pribadinya, Rabu (25/12/2024).
Dilansir BeritaTren.com dari berbagai sumber, Adi menjelaskan bahwa dengan mayoritas fraksi DPR berasal dari koalisi pendukung pemerintah, revisi kebijakan kenaikan PPN semestinya bisa dilakukan dengan cepat.
Menurutnya, rakyat tidak perlu terus-menerus disuguhi narasi saling menyalahkan terkait kebijakan ini.
“Di negara ini, tak ada yang sulit mengubah aturan dalam waktu kilat, asal ada kemauan politik yang kuat dari Presiden Prabowo,” tambah Adi.
Ia juga menegaskan bahwa kemauan politik Presiden Prabowo akan memengaruhi sikap partai koalisi pemerintah di parlemen, yang pada dasarnya memiliki hubungan harmonis dengan Istana.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 42 Undang-Undang APBN 2025, pemerintah memiliki ruang untuk menyesuaikan kebijakan fiskal, termasuk tarif PPN, melalui mekanisme pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Penyesuaian.
Dalam hal ini, pemerintah harus mengajukan usulan kepada Komisi XI DPR untuk membahas perubahan tarif yang kemudian dituangkan dalam peraturan pemerintah (PP).
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) juga memberikan fleksibilitas terkait tarif PPN.
Pasal 7 ayat (3) dan (4) UU HPP mengatur bahwa tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen hingga paling tinggi 15 persen, dengan persetujuan DPR.
Adi menegaskan, kebijakan kenaikan PPN 12 persen dapat dibatalkan jika Presiden Prabowo menunjukkan keberpihakan kepada rakyat.
Langkah ini sekaligus bisa mengakhiri kontroversi yang saat ini memicu keresahan di tengah masyarakat.
***