BERITA TREN – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen menuai berbagai reaksi, termasuk kritik dari Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (PW GP) Ansor Jawa Timur.
Kebijakan ini dinilai dapat menambah beban masyarakat, terutama rakyat kecil yang sudah kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Kenaikan PPN 12 persen ini untuk siapa? Apakah benar ditujukan untuk kesejahteraan rakyat, atau justru menjadi beban tambahan bagi mereka yang sudah kesulitan hidup?” kata Ketua LBH PW Ansor, Mohammad Syahid, Rabu (25/12/2024).
Dilansir BeritaTren.com dari berbagai sumber, kebijakan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Rencananya, tarif baru ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025.
Pemerintah beralasan bahwa kenaikan ini merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembangunan.
Namun, Ansor Jatim memandang kebijakan tersebut perlu ditinjau ulang. Dalam acara Ta’aruf dan Orientasi Peta Jalan LBH Ansor yang berlangsung di Gedung Graha Ansor, Surabaya, baru-baru ini, kebijakan tersebut dibahas secara mendalam.
Acara itu juga diisi dengan diskusi kelompok terfokus (FGD) yang memaparkan berbagai analisis hukum dan ekonomi terkait dampaknya.
Syahid menegaskan bahwa pemerintah harus mempertimbangkan kembali efek dari kebijakan ini terhadap masyarakat kecil.
“Kebijakan ini perlu dipertanyakan. Apakah benar untuk kesejahteraan rakyat, atau justru menambah kesulitan ekonomi masyarakat yang sudah terhimpit,” tegasnya.
Dalam pandangan Ansor, selain transparansi, pemerintah perlu memastikan bahwa setiap kebijakan perpajakan mampu memberikan manfaat langsung bagi masyarakat luas, terutama mereka yang berada di lapisan ekonomi bawah.
Kritik ini menjadi masukan penting bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan yang lebih adil dan tidak membebani rakyat.
***