BERITA TREN – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim kembali melontarkan gagasan eksentrik. Ia akan merekrut guru menggunakan aplikasi marketplace.
Langkah Mendikbudristek akan memenuhi kebutuhan tenaga pendidik menggunakan aplikasi marketplace guru menjadi perhatian banyak pihak.
Pilihan diksi ‘marketplace’ pada sistem penerimaan tenaga pendidik gagasan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim disoroti karena dinilai sebagai tindakan degradasi guru.
Banyak yang keberatan perekrutan dilakukan lewat pasar loka, guru kok dianggap barang dagangan? Gumam warganet.
Terobosan Nadiem menggunakan sistem marketplace terkait rekrutmen guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang akan diterapkan mulai 2024.
Gagasan tersebut sudah dibahas Kemendikbud- Ristek bersama Kementerian Keuangan, Kemendagri, dan Menpan RB, serta disampaikan dapat Rapat Kerja dengan Komisi X DPR RI.
Nadiem beralasan, adanya marketplace guru justru akan membantu mengatasi masalah guru honorer yang selama ini prosesnya tak bisa langsung, penerimaan mereka harus menunggu rekrutmen guru ASN terpusat.
Salah satu partai politik yang akan turun berlaga dalam ajang suksesi Indonesia 2024, Partai Buruh menentang keras gagasan ini.
Partai yang mengklaim memiliki basis massa kaum buruh ini beranggapan bahwa Mendikbud terlalu menyederhanakan persoalan pendidikan khususnya masalah guru.
Guru dianggap barang yang bisa diperdagangkan dan ditawarkan layaknya barang dagangan.
Penggunaan marketplace mendegradasi guru menjadi sekadar barang jualan. Layakkah guru menjadi komoditas dagangan?
Hal tersebut lantang disuarakan, Didi Suprijati, Ketua Bidang Guru Honorer dan Swasta, Tenaga Honorer serta ASN Exco Pusat Partai Buruh.
Menurutnya, sebagaimana dikutip BeritaTren.com dari akun Instagram @partaiburuh_ sejatinya mutu pendidikan itu ditentukan oleh guru.
Bila cara memperlakukan guru layaknya barang dagangan lalu jaminan apa yang akan diambil untuk menuju pendidikan yang bermutu? Didi Suprijadi mengingatkan, hingga saat ini, kesejahteraan guru honorer selalu terabaikan.
Dosen Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta ini bukan orang asing di lingkaran organisasi Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI).
Dr. Didi Suprijadi, MM mengatakan, tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa melalui negara sejahtera atau welfare state. Partai Buruh berkepentingan untuk menuntut pendidikan sesuai dengan platform negara sejahtera.
Salah satu ciri negara sejahtera menurutnya adalah, adanya peran pemerintah yang dominan dalam persoalan bangsa termasuk pendidikan. Untuk itu Mendikbud Nadiem Makarim tidak boleh gegabah dalam mengurus Guru.
Seperti disampaikan sebelumnya, Nadiem beralasan ini justru untuk memudahkan rekrutmen pendidikan, perlu dilakukan pemangkasan birokrasi. Itu ditawarkan sistem aplikasi marketplace.
Nadiem mengusulkan guru-guru honorer yang masuk dalam aplikasi sudah melalui kriteria yang ketat, semua guru atau calon guru yang sudah masuk ke dalam marketplace ini sudah berhak mengajar di sekolah-sekolah.
Menurut keyakinannya, guru lebih fleksibel bisa memilih mendaftar dan di mana tempat mengajar, tidak lagi melalui mekanisme pusat.
Baca Juga: Demi Mendorong KUMKM Naik Kelas, Promedia Bangun Megaportal Sebagai Sarana Promosi
Di media sosial berseliweran tanggapan beragam dari netizen. Warganet banyak menyoroti sejumlah kebijakan Nadiem Makarim, programnya dianggap tidak bisa membedakan mana kebijakan Menteri Pendidikan, mana tindakan seorang pebisnis perusahaan, guru di-ojol-kan.
Semua dibisniskan…hampir 10 tahun ini…yang menikmati oligarki kekuasaan dan rezim, tulis akun @adityaxxxxh
“Lagi overthinking skripsian, tambah ada berita guru marketplace tambah overthinking,” tulis warganet lainnya, yang mengaku sebagai mahasiswa jurusan pendidikan.
Bahkan ada yang mengusulkan, sebaiknya dibuat saja aplikasi khusus untuk DPR dan Menteri, sehingga netizen bisa memberi rating, bisa ngasih masukan mana DPR dan menteri yang berguna dan bisa diandalkan. ***