BERITA TREN – Hari Buruh Sedunia atau May Day tahun 2023, demonstran tak hanya menyuarakan penolakan terhadap Omnibus Law, aksi buruh dari Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) usung 13 tuntutan.
Unjuk rasa buruh besar-besaran tolak omnibus law dan kebijakan lain yang dipandang merugikan kaum buruh dan pekerja pada peringatan May Day 2023 digelar di sejumlah kota di Indonesia, termasuk Bandar Lampung, Senin (01/05/2023).
Aksi buruh pada peringatan May Day 2023 menandai perjuangan panjang mereka menolak omnibus law dan sejumlah kebijakan penguasa yang tidak berpihak pada kaum pekerja dan buruh.
Baca Juga: Memperingati Momentum Hari Buruh, Yuk Jadi Lebih Produktif Sebagai Pekerja dengan 7 Langkah Ini
Gerakan protes massa yang terjadi pada Hari Buruh Internasional atau sering disebut May Day pada 1 Mei, sejatinya merupakan perayaan memperingati aksi perjuangan kaum buruh yang pernah terjadi pada 1 Mei 1886 di Chicago, Amerika Serikat.
Para demonstran saat itu, menuntut pemberlakuan 8 jam kerja. Dalam aksi tersebut, kaum buruh dipukuli dan ditembaki hingga luka-luka. Bahkan ada yang gugur dalam perjuangan.
Dari serangkaian aksi massa yang mereka lakukan, akhirnya melahirkan keputusan 8 jam kerja yang kini menjadi standar jam kerja dunia. Sebelumnya kaum buruh bekerja selama 10, 12 hingga 16 jam sehari.
Insiden berdarah ini dikenal sebagai “Tragedi Haymarket”. Banyak pemimpin gerakan buruh yang di penjara dan dijatuhi hukuman mati.
Baca Juga: Apa Singkatan dari Tol Kalikangkung? Ini Jawabannya, Jangan Sampai Salah Tebak!
Peristiwa ini menyulut sentimen dan menginspirasi gerakan buruh di seluruh dunia.
Dalam kongres ke-2 Federasi Serikat Buruh Internasional yang berlangsung di Paris, pada tahun 1889, tanggal 1 Mei ditetapkan menjadi hari peringatan perjuangan buruh di seluruh dunia.
“Penetapan 1 Mei ini untuk memberi penghormatan kepada para korban yang tewas dalam tragedi Haymarket,” terang Yohanes Joko Purwanto, Penanggung Jawab Aksi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung, pada BeritaTren.com, Senin (01/05/2023).
Sejak itu, lanjut Yohanes Joko Purwanto, Hari Buruh Sedunia dianggap sebagai momentum untuk menggalang solidaritas antar kelas pekerja di seluruh dunia dalam melawan kapitalisme.
Di Indonesia, May Day mulai rutin dilaksanakan sejak pasca reformasi. Ini menjadi momentum konsolidasi bagi gerakan multisektor untuk membangun kekuatan gerakan atas permasalahan yang ada.
Baca Juga: Berdiri Tegak Dengan Dua Kaki, David Ozora Banjir Ucapan Syukur Dari Warganet: Tinggal Latihan Drum
Setelah melakukan aksi di depan Rumah Dinas Walikota Bandar Lampung, massa dari Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) bergerak ke arah Bundaran Adipura, Kota Bandar Lampung.
Ditengah kesibukannya, Yohanes Joko Purwanto menjelaskan kepada BeritaTren.com, bahwa beberapa tahun terakhir rakyat Indonesia dibuat pesimis oleh berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Dari mulai disahkannya revisi UU KPK, RKUHP, sampai yang terbaru disahkannya PERPPU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Saat ini, kaum buruh Indonesia menghadapi persoalan upah murah, kerja kontrak, outsourcing, dan lain-lain. Terlebih dengan keluarnya omnibus law yang sangat merugikan kaum buruh.
Rakyat pekerja diluar kaum buruh juga mengalami nasib serupa, petani kecil mengalami perampasan tanah, mahalnya pupuk, dan cengkeraman beragam bentuk tengkulak.
Rakyat miskin kota tak kalah lantang jeritannya, tidak punya pekerjaan dan digusur tempat usaha maupun tempat tinggalnya.
Salah seorang pendemo yang enggan disebut namanya menimpali, “Ruang hidup rakyat kecil yang sudah buruk diperparah dengan keluarnya omnibus law,” terangnya sengit.
Pasca disahkannya PERPPU Cipta Kerja menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan PERPPU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang dinilai banyak kalangan justru memperparah kondisi perburuhan di Indonesia.
Data dari Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada Agustus 2022, tercatat ada 8,4 juta pengangguran (5,86 persen dari tenaga kerja). Angka ini lebih tinggi dari kondisi sebelum pandemi yang hanya 7 juta orang (5,28 persen).
Jumlah pekerja di sektor informal cukup signifikan. Pekerja lepas dan pekerja keluarga tidak dibayar saat ini jumlahnya mencapai 30,6 juta orang.
Baca Juga: Terjawab Sudah! Soal Jelaskan Karakteristik Kewajiban dalam Konteks Pemerintah
Berdasarkan Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia (BPS) pada Agustus 2022, proporsi tenaga kerja formal dan informal di Indonesia 40,69% formal dan 59,31% informal, dari data ini, mayoritas buruh di Indonesia adalah buruh yang kondisinya rentan.
Dalam rilis aksi May Day 2023 yang dikirim Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) kepada media BeritaTren.com mereka menyoroti sejumlah persoalan.
Munculnya Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang melegalkan perusahaan padat karya tertentu berorientasi ekspor melakukan pemotongan upah pekerja hingga 75 persen dirasa sangat memberatkan.
Bahkan sebelum peraturan ini ada, pemotongan upah adalah praktik yang sering dialami dan merugikan pekerja sektor padat karya. Peraturan Menteri Tenaga Kerja ini memberi justifikasi bagi pengusaha untuk semakin melemahkan hak-hak buruh.
Adanya kasus yang dialami buruh perkebunan sawit membuktikan bahwa praktik perbudakan modern masih ada. Perluasan perkebunan sawit tidak boleh menutup mata kita adanya fakta, sebagian besar buruh sawit adalah buruh harian lepas (BHL).
Kasus menyedihkan juga dialami buruh migran yang bekerja di sektor perikanan sebagai ABK. Jauh dari pemenuhan perlindungan terhadap keselamatan terlebih kesejahteraan.
“Situasi buruk yang dialami ABK ini merupakan bentuk kejahatan transnasional. Negara tidak boleh melakukan pembiaran,” kata Yohanes Joko Purwanto.
Menurut data Kemnaker, pada tahun 2022, terdapat 56.596 kasus pelanggaran hak pekerja yang dilaporkan.
Di Lampung situasi buruk ini dialami oleh 40 Pekerja di PHK sepihak dengan dalih yang sungguh miris, “kinerja dibilang tidak kompetitif karena usia yang sudah tua”.
Manajemen menambah target speed sebesar 25% dengan raw material yang buruk dan berdalih 40 pekerja tidak mumpuni untuk bekerja sesuai target.
Ketika 40 orang diberhentikan, manajemen merekrut buruh baru dan mengganti bahan baku yang lebih baik pula. Ini salah satu alasan pembenaran manajemen tentang PHK tersebut.
“Padahal jelas bahwa permasalahan terkait produktivitas adalah dari bahan baku yang dipakai,” terang salah seorang mantan pekerja PT Phillips Seafood Indonesia Lampung Plant.
Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) mencatat, sepanjang tahun 2020-2022 telah terjadi 660 letusan konflik agraria seluas 2,16 juta hektar. Ini akibat dampak pengaturan dalam UU Cipta Kerja untuk meliberalisasi dan memprivatisasi tanah.
Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) juga menilai, UU Cipta Kerja telah mereduksi makna AMDAL.
Dalam UU Cipta Kerja, dokumen AMDAL menjadi dasar uji kelayakan lingkungan hidup untuk rencana usaha dan, atau kegiatan. Ketentuan ini mereduksi makna AMDAL yang sebelumnya merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan.
Sektor pendidikan juga disoroti Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL), sejak disahkannya UU Cipta Kerja, kampus dinilai berlomba bertransformasi menjadi kampus PTN BH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum), atau modeling corporate university.
Negara melepas tanggung jawab pembiayaan dan memberikan wewenang kepada kampus untuk mencari pendanaan sendiri.
Dampaknya transaksional profesor kehormatan, honoris causa, kemitraan, dosen NIDK menjadi lahan mencari keuntungan dan bargaining politik. Ini terjadi pada kampus-kampus yang telah menerapkan PTN BH.
Komersialisasi ini berdampak buruk dan menjadikan metode pembelajaran dan kurikulum pendidikan membungkam independensi, kekritisan atau kebebasan akademik serta menumbuhkan neo fasis dalam pendidikan.
Masih dari catatan PPRL, demokrasi dan HAM mengalami kemerosotan dalam tiga tahun terakhir, setelah diundangkannya Rencana Undang-undang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
“Pembungkaman ruang demokrasi semakin mengkhawatirkan. Adanya pasal-pasal karet membatasi kebebasan berekspresi,” tutur Yohanes Joko Purwanto.
Rakyat, sambung Yohanes Joko Purwanto, ketakutan menyampaikan pendapat di ruang publik.
“Bahkan hal itu juga dibatasi sampai di ruang digital. Ini kriminalisasi menggunakan UU ITE,” tambahnya.
Dalam aksi May Day 2023 ini, Aliansi Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) menyatakan;
1. Tolak omnibus law dan Cabut UU No 6/2023 Cipta Kerja dan turunannya;
2. Cabut Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global;
3. Hentikan represifitas buruh Myanmar;
4. Pekerjakan kembali aktivis buruh Coca Cola, Danone Aqua, dan Phillips Seafoods Indonesia yang di PHK sepihak;
5. Hapus sistem kerja kontrak & outsourcing;
6. Tolak politik upah murah;
7. Hentikan PHK;
8. Stop Union Busting;
9. Wujudkan perlindungan sosial transformatif bagi rakyat;
10. Wujudkan Reforma Agraria Sejati dan Hentikan Perampasan Sumber-sumber Agraria, Stop Pemberlakuan Bank Tanah dan Perampasan tanah Adat;
11. Lawan Pembungkaman Demokrasi di Lingkungan Akademik;
12. Wujudkan Pendidikan Gratis, Ilmiah, Demokratis; dan
13. Hentikan Kriminalisasi Terhadap Gerakan Rakyat dan Tuntaskan Pelanggaran HAM masa lalu.***