BERITA TREN – Pemerintah memastikan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 tetap dilaksanakan.
Kebijakan ini memicu gelombang kritik dan penolakan dari berbagai lapisan masyarakat.
Dilansir BeritaTren.com dari berbagai sumber, sebuah petisi berjudul penolakan kenaikan PPN kini telah mengumpulkan lebih dari 171 ribu tanda tangan hingga Senin pagi (23/12).
Petisi tersebut dibuat oleh kelompok bernama Bareng Warga yang menyebut kenaikan PPN akan semakin membebani rakyat yang sudah kesulitan secara ekonomi.
“Rencana menaikkan kembali PPN merupakan kebijakan yang akan memperdalam kesulitan masyarakat. Sebab harga berbagai jenis barang kebutuhan, seperti sabun mandi hingga bahan bakar minyak (BBM) akan naik. Padahal keadaan ekonomi masyarakat belum juga membaik,” tulis inisiator petisi itu.
Kritik tajam juga datang dari pengamat kebijakan publik Celios, Media Wahyudi Askar, yang menilai bahwa peluang pembatalan kenaikan PPN sebenarnya terbuka.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memungkinkan tarif PPN diubah dalam rentang 5 hingga 15 persen. Namun, langkah tersebut memerlukan kesepakatan antara pemerintah dan DPR, yang dinilai memakan waktu lama.
Menurut Media, Presiden Prabowo Subianto memiliki opsi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan kenaikan ini, tetapi hingga kini belum ada tindakan konkret.
“Akan sangat heroik jika Presiden Prabowo menerbitkan Perppu untuk membatalkan kenaikan PPN 12 persen karena dampaknya jelas membebani masyarakat,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menjelaskan bahwa kenaikan PPN bersifat selektif dan hanya akan diterapkan pada barang dan jasa kategori mewah, seperti beras premium, daging wagyu, hingga listrik rumah tangga kapasitas besar.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan tarif PPN 12 persen akan berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan PPN 11 persen, termasuk kebutuhan sehari-hari seperti sabun mandi, pulsa, dan langganan video streaming.
Alasan Pemerintah Tetap Naikkan PPN
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai alasan utama pemerintah menaikkan tarif PPN adalah untuk mendukung pembiayaan berbagai program andalan pemerintahan Prabowo-Gibran, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan kelanjutan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).
Baca Juga: PNS Wajib Tahu! Begini Cara Pencairan Dana Pensiun Taspen Mudah, Lengkapi Syarat Ini!
Selain itu, pemerintah juga menghadapi tantangan utang jatuh tempo dalam lima tahun mendatang yang membutuhkan tambahan pendapatan negara.
Ekonom Core Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyarankan pemerintah mencari sumber pendanaan alternatif seperti pajak windfall dari batu bara atau pajak karbon, yang sebenarnya sudah diatur dalam UU HPP.
Namun, ia menilai pemerintah terlalu fokus pada pertumbuhan ekonomi yang berada di kisaran 5 persen tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat yang melemah.
“Pemerintah seharusnya melihat kondisi ekonomi secara keseluruhan, terutama daya beli masyarakat, sebelum menjalankan kebijakan ini,” pungkas Yusuf.
Baca Juga: Formula Perhitungan Single Salary PNS Buat Gaji Bulanan jadi Lebih Besar?
Gelombang penolakan terhadap kenaikan PPN terus menggema di masyarakat, yang berharap pemerintah lebih mendengar aspirasi publik demi mencegah semakin beratnya beban ekonomi pada 2025 mendatang.
***