BERITA TREN – Dari Jawa Barat dikabarkan bahwa Polrestabes Kota Bandung, baru-baru ini telah menjaring puluhan pekerja seks komersial (PSK) dari kawasan eks lokalisasi terkenal Saritem. Sementara pihak Pemkot Bandung menganggap masalah Saritem sudah selesai.
Hal itu dikatakan oleh Pelaksana Harian (Plh) Walikota Bandung, Ema Sumarna, menanggapi penindakan terhadap sejumlah PSK yang baru diamankan petugas Polrestabes Kota Bandung dari eks lokalisasi terkenal Saritem, dalam sebuah razia pada Kamis (18/05/2023) malam.
Alasan Ema Sumarna, dari dahulu masalah PSK eks lokalisasi Saritem Bandung sudah selesai.
“Di mata kami, dari dahulu Saritem sudah selesai dan di sana kan ada transformasi perilaku juga semangat memperbaiki aspek moralitas,” kata Ema di Pendopo Kota Bandung, Selasa (23/05/2023).
Bicara kota berjuluk Paris Van Java, di tanah Pasundan ini, Bandung adalah kota yang menyimpan banyak cerita, termasuk cerita Saritem, sebuah lokalisasi yang melegenda.
Ini akan mengingatkan para hidung belang pada nama-nama senada yang juga ada di daerah lain, sebut diantaranya, kompleks Sunan Kuning di Semarang, Kawasan Megamendung Puncak Bogor, dulu ada Kramat Tunggak, Gang Dolly Surabaya , atau Panjang di Lampung.
Meski telah ditutup oleh Pemerintah Kota Bandung, namun nama Saritem masih melekat dengan ibukota Provinsi Jawa Barat ini. Konon sudah berdiri sejak pemerintahan Hindia Belanda di tahun 1838.
Sejak itu, Saritem yang ada di Kelurahan Kebonjeruk, Kecamatan Andir, Kota Bandung ini berkembang menjadi kawasan lampu merah, tempat lokasi terkenal, sebelum akhirnya ditutup pada 2007 silam.
Plh Walikota Bandung Ema Sumarna menyambut baik adanya penindakan tersebut. Ia mengatakan, jangan lagi ada kegiatan ‘seperti itu’. Namun ternyata, praktik prostitusi masih berlangsung secara diam-diam.
Dalam operasi penyakit masyarakat (pekat) yang digelar Polrestabes Kota Bandung, di kawasan eks lokalisasi Saritem, Satreskrim Polrestabes Bandung berhasil mengamankan 29 PSK dan dua orang muncikari bernama Dayat (41), dan Priyatno (32).
Kedua muncikari itu dijerat UU Nomor 21 Tahun 2007 yang mengatur tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan juga Pasal 209 KUHP dengan ancaman pidana diatas lima tahun.
Mereka digelandang ke Polrestabes Bandung untuk menjalani pemeriksaan. Operasi ini digelar berdasarkan pengaduan masyarakat yang risih dengan aktivitas mereka.
Kontributor BeritaTren.com di Bandung membenarkan, tarif yang dipatok PSK di sana berkisar antara Rp 200 ribu hingga Rp 500 ribu. “Ini kelas pasaran yang berlaku di sini,” tuturnya.
“Razia Saritem tentu harus didukung. Penertiban harus dipatuhi, jangan ada lagi perilaku yang bertentangan dengan aspek hukum, agama dan negara,” kata Ema Sumarna, Selasa (23/05/2023).
Ema Sumarna menegaskan, Pemerintah Kota Bandung dan Polrestabes Bandung akan terus bersinergi, karena komitmen untuk tak ada lokalisasi lagi.
“Jangan ada kelompok yang ingin membangkitkan lagi Saritem. Saritem sudah selesai dan cukup dikenang,” pungkas Ema Sumarna.
Kapolrestabes Bandung, Kombes Budi Sartono mengakui, bahwa aktivitas prostitusi di Saritem, Kota Bandung, sempat berhenti beberapa tahun, pasca ditutup.
“Selain kawasan Saritem, kami juga berencana melakukan penertiban di tempat lain yang ada di Kota Bandung,” kata Kombes Budi Sartono, Jumat (19/05/2023).
Prostitusi bukan fenomena baru di Indonesia, bahkan sudah
berkembang seiring peradaban manusia, ada di setiap ragam peradaban dunia.
Prostitusi juga dikenal sebagai profesi tertua. Dari catatan sejarah ditemukan, prostitusi sudah ada sejak ribuan tahun lalu sebelum Masehi.
Dalam buku Love of Sale: A World History of Prostitution yang ditulis oleh Nils Johan Ringdal, disebutkan bahwa di wilayah Mesopotamia yang terletak di antara sungai Tigris dan Eufrat, terdapat berbagai suku yang tinggal di daerah itu.
Bangsa Sumeria yang hidup di Mesopotamia antara 5.500 hingga 4.000 tahun Sebelum Masehi merupakan orang-orang pertama yang melegalkan profesi praktik prostitusi terbuka.
Banyak yang khawatir, penutupan lokalisasi justru akan membuat prostitusi berkembang sporadis, menyebar dan sembunyi-sembunyi.
Sekarang prostitusi online lebih berkembang seiring kemajuan IT. Transaksi Open BO (Open Booking Out) bisa dilakukan hanya melalui android, tak perlu datang ke lokalisasi. PSK bisa menjajakan diri melalui dunia maya.
Tren ini tak hanya didominasi kalangan selebritis papan atas tapi sudah menyasar generasi milenial hingga pelosok-pelosok desa.
Cara menangkalnya sekarang tinggal sikap warga setempat bagaimana, sayangnya sejumlah lokasi remang-remang berkedok panti pijat, spa, salon dan tempat karaoke justru tumbuh karena adanya backing oknum aparat penegak hukum. ***